• Yudi Rustandi, Jurnalis
Lintas-7.com - Jakarta. Pengadilan Tinggi Pontianak menjatuhkan vonis bebas kepada Yu Hao, Warga Negara Asing (WNA) asal Cina yang sebelumnya didakwa atas kasus pencurian emas seberat 774 kilogram di Ketapang, Kalimantan Barat. Vonis ini tertuang dalam putusan Pengadilan Tinggi Pontianak Nomor 464/PID.SUS/2024 PT PTK tanggal 13 Januari 2025.
Putusan tersebut membatalkan putusan Pengadilan Negeri Ketapang Nomor 332/PID.SUS/2024/PN KTP tanggal 10 Oktober 2024. Saat itu, hakim menjatuhkan hukuman 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp30 miliar ke Yu Hao. Namun, putusan tersebut batal usai banding Yu Hao dikabulkan Majelis Hakim.
"Menyatakan terdakwa Yu Hao tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana dalam dakwaan tunggal penuntut umum. Membebaskan terdakwa Yu Hao oleh karena itu dari dakwaan tersebut,” tulis keterangan amar lainnya dalam laman Pengadilan Tinggi Pontianak, dikutip Kamis (16/1/2025).
Selain memberikan vonis bebas, Majelis Hakim juga memutuskan memulihkan hak-hak terdakwa dan membebaskannya dari tahanan saat itu juga.
“Memulihkan hak terdakwa Yu Hao dalam kedudukan, kemampuan, harkat, dan martabatnya. Memerintahkan Penuntut Umum membebaskan terdakwa Yu Hao dari tahanan seketika itu juga,” lanjut dokumen tersebut.
Sebelumnya, dari hasil penyidikan Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yu Hao diketahui berperan sebagai pimpinan penambangan di bawah tanah (underground mining) di Dusun Pemuatan Batu, Desa Nanga Kelampaim Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, pada kurun waktu Februari- Mei 2024.
Kegiatan penambangan tanpa izin tersebut mengakibatkan kerugian negara atas hilangnya cadangan emas dan perak sebesar lebih kurang 774.200 gram dan cadangan perak lebih kurang 937.700 gram.
Karena itu, sesuai Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, tersangka terancam hukuman kurungan pidana selama-lamanya 5 (lima) tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.