Lintas-7.com - Bandung. Berbagai peralatan masak yang biasa digunakan di pedesaan seperti dandang, kastrol, ketel besi, dan lumpang terlihat di sana. Memasak makanan pun menggunakan kayu bakar di hawu atau tungku tradisional. Rasa masakan menjadi berbeda karena aroma dari proses pembakaran itu.
Konsumen juga menggunakan piring serta cangkir kaleng. Di tempat itu, tepatnya di restoran Warung Nasi Bancakan, Jalan Trunojoyo Nomor 62, Bandung, Jawa Barat, Oom Rohmah (59) sibuk membuat berbagai masakan Sunda buhun (zaman dulu).
Berbagai menu di Bancakan merupakan masakan zaman dulu yang sudah jarang ditemukan, seperti peda bakar, tumis rebung atau picung, gejos cabe hejo, dan pindang ikan mas. Peda bakar, misalnya, dijual Rp 5.000, gejos cabe hejo seharga Rp 4.000, dan pindang ikan mas seharga Rp 7.000.
Harga-harga itu dianggap terjangkau bagi semua kalangan hingga kelas bawah bisa menikmati menu Warung Nasi Bancakan. Menu Bancakan memang menyajikan kuliner bertema pedesaan, termasuk harga yang disesuaikan dengan kondisi di kampung.
"Nama Bancakan yang artinya ramai-ramai dipakai karena tamu mengambil nasi lalu dicampur dengan berbagai lauk yang dikumpulkan di satu tempat. Kemudian, lauk disatukan secara bancakan atau ramai-ramai dalam piring tamu," Ucap Oom pemilik warung bancakan.
Sebelum membuka Warung Nasi Bancakan pada tahun 2007, Oom bersama ibunya yang tinggal di Kabupaten Garut bekerja membuat makanan pesanan untuk acara hajatan. Orangtua yang punya resep turun-temurun. "Saya hanya meneruskan membuat masakan itu," paparnya.
Tim. Lintas-7.com