-->
  • Jelajahi

    Copyright © LINTAS-7
    Lintas-7

    Menu Bawah

    Iklan

    Tangga-Tangga Spiritual

    lintas-7
    15 November 2024, 10:54 WIB Last Updated 2024-11-15T06:22:10Z

    Lintas-7.com - Jakarta. Setiap hamba mesti memahami tangga-tangga spiritual yang akan dilaluinya.

    Sejatinya, jalan taqarrub ilallah (mendekat kepada Allah SWT) diliputi kesulitan dan rintangan. Jalan mendaki tersebut hanya bisa dilalui dengan konsistensi amal saleh, baik ritual maupun sosial.

    Jalan menuju Zat Yang Maha Agung terbuka dari berbagai pintu kebajikan. Sebagaimana pesan Nabi SAW, jika seorang hamba dawam dengan ibadah sunnah, maka Allah SWT akan membersamainya dalam melangkah, berbuat, dan menyelesaikan masalah (HR Bukhari).

    Pengenalan utuh dan komprehensif akan diri dan jalan yang akan dilalui serta Tuhan yang dituju dinamakan ma’rifatullah. Sebab, mengenali hakikat diri merupakan langkah awal mengenal Allah SWT.

    Kaum sufi berkata, ”Siapa saja yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya." Mengenal Allah SWT dengan merenungkan ciptaan, sifat-sifat, dan asma al-husna yang melekat pada-Nya.

    Mengenali hakikat diri merupakan langkah awal mengenal Allah SWT.

    "Allah memiliki Asmaulhusna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya." (QS al-A’raf [7]: 180).

    Setiap Muslim hendaknya fokus memikirkan ciptaan Allah, bukan Zat-Nya. Sebab, akal manusia yang terbatas (nisbi) tidak akan sanggup menjangkau Zat yang tidak terbatas (mutlaq). Justru, akan terjerumus pada kesesatan berpikir, yakni menyamakan-Nya dengan makhluk. Padahal, tidak ada sesuatu pun yang menyamai-Nya (laisa kamitslihi syaiun).

    Ketika mendaki jalan menuju Allah SWT, setiap hamba mesti memahami tangga-tangga spiritual yang akan dilaluinya. Dr Abas Mansur Tamam (Alumni Al-Azhar Kairo dan Dosen UIKA Bogor) merujuk kitab Ayyuhal Walad al-Muhabbab karya Hujjatul Islam Imam Al-Gazali yang menukil 9 petuah Al-Balkhi sebagai pedoman perjalanan ruhani.

    Pertama, kuasai ilmu sapu jagat. Bekerjalah untuk dunia, sejauh keberadaanmu di dalamnya, dan bekerjalah untuk akhirat sejauh kekekalanmu di dalamnya.

    Bekerjalah untuk Allah SWT, sejauh kebutuhan engkau kepada-Nya, dan berbuatlah untuk neraka sejauh engkau sanggup hidup di dalamnya. Jika ingin maksiat, lakukanlah di tempat yang tidak terlihat Allah SWT.

    Kedua, hanya amal yang setia. Aku melihat banyak orang dicintai dan mencintai. Sebagian yang dicintai akan menemani sampai kuburan, lalu mereka pulang dan tidak satu pun yang menemaninya di dalam kubur.

    Kekasih sejati adalah yang menyertai di alam kubur dan menemani dalam kesepian. Amal saleh adalah kekasih paling aku cintai yang akan menerangi dan menemani serta tidak akan meninggalkanku sendirian.

    Ketiga, kendalikan hawa nafsu. Aku melihat banyak orang menyembah hawa nafsu, lalu aku renungkan firman Allah SWT.

    "Adapun orang-orang yang takut pada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya.” (QS an-Nazia’at [79]: 40-41).

    Aku segera melawan dan menundukkan hawa nafsu agar tidak terpedaya dengan kesenangannya, hingga ia riha kepada Allah SWT dan tunduk pada hukum-hukum-Nya.

    Keempat, investasikan dunia untuk akhirat. Aku melihat setiap orang mengumpulkan kekayaan dan memegangnya erat-erat, maka aku renungkan firman Allah SWT.

    "Apa yang ada di sisimu akan lenyap dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal." (QS an-Nahl [16]: 96).

    Lalu, aku infakkan pendapatanku kepada orang miskin agar menjadi tabungan di sisi Allah SWT.

    Kelima, takwa adalah nilai sebenarnya. Aku melihat banyak orang mengira kehormatan dan kemuliaan terletak pada popularitas, banyak pengikut, jabatan, harta dan anak-anak lalu membanggakannya.

    Aku renungkan firman Allah, "Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa." (QS al-Hujarat [49]: 13).

    Keenam, Allah SWT yang menakar jatah dunia. Aku melihat sebagian orang menjelekkan dan mengghibah orang lain karena iri pada harta dan kehormatan.

    Lalu, aku renungkan firman Allah SWT, ”Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat." (QS az-Zukhruf [43]: 32).

    Ketujuh, musuh kita hanya setan. Aku melihat banyak orang memusuhi orang lain karena tujuan atau sebab tertentu.

    Lalu aku renungkan firman Allah SWT, ”Sesungguhnya setan itu musuh bagimu. Maka, perlakukanlah ia sebagai musuh! Sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya agar mereka menjadi penghuni (neraka) Sa‘ir (yang menyala-nyala).” (QS Fathir [35]: 6).

    Setan akan selalu menggoda manusia agar saling memusuhi.

    Kedelapan, Allah SWT menjamin rezeki. Aku melihat setiap orang banting tulang mencari penghidupan hingga terjerumus ke dalam syubhat, haram, dan menghinakan diri.

    Lalu, aku renungkan firman Allah SWT, ”Tidak satu pun hewan yang bergerak di atas bumi melainkan dijamin rezekinya oleh Allah." (QS Hud [11]: 6).

    Aku tahu, rezekiku tidak akan tertukar, sehingga aku sibuk beribadah dan mengabaikan keinginan pada selainnya.

    Kesembilan, Allah SWT tumpuan kita. Aku melihat banyak orang bergantung kepada dunia, uang, kekayaan, kekuasaan, pekerjaan, perusahaan, dan lainnya.

    Lalu, aku renungkan firman Allah SWT, ”Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah-lah yang menuntaskan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah membuat ketentuan bagi setiap sesuatu." (QS at-Thalaq [65]: 3).

    Walhasil, kita tidak akan mampu mengenal Allah SWT, jika tidak mengenali diri sebagai hamba (salik) dan berjuang mendaki tangga-tangga spiritual (ruhani).

    Rasa ketergantungan pun selalu hadir dalam hati, lalu berbisik, ”Ilahii anta maqshudii, wa ridhaaka mathlubii, a’thinii mahabbataka wa ma’rifataka.” (Ya Tuhanku, Engkaulah tujuanku, dan ridha-Mu yang aku cari, karuniakan aku cinta dan mengenali-Mu).

    Tim. Lintas-7.com
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini