Lintas-7.com - Jakarta. Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan permohonan Partai Buruh dan pemohon lainnya terkait Undang-Undang Cipta Kerja atau UU Ciptaker.
Permohonan itu dikabulkan dalam sidang putusan perkara nomor 168/PUU-XXI/2023 itu di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2024).
Dalam pertimbangannya, hakim MK menyatakan bahwa gugatan sebagian puluhan pasal itu dikabulkan dinilai mengancam perlindungan hak kerja hingga menggangu keharmonisan aturan yang berlaku.
Menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya," ujar Ketua MK Suhartoyo di persidangan seperti dikutip, Kamis (31/10/2024).
Setidaknya ada 21 pasal yang diubah oleh MK. Termasuk mengenai upah, PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), PHK, hingga pesangon. Berikut perubahan dalam UU Cipta Kerja usai Putusan MK:
1. Pasal 42 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 4 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 mengenai TKA "Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang (urusan) ketenagakerjaan, in casu Menteri Tenaga Kerja"
2. Pasal 42 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 4 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 mengenai TKA "Tenaga Kerja Asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki dengan memerhatikan pengutamaan penggunaan Tenaga Kerja Indonesia"
3. Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 mengenai PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) "Jangka waktu selesainya suatu pekerjaan tertentu dibuat tidak melebihi paling lama 5 tahun, termasuk jika terdapat perpanjangan"
4. Pasal 57 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 13 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 mengenai PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) "Perjanjian Kerja Waktu Tertentu hanya dibuat secara tertulis dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan huruf latin"
5. Pasal 64 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 18 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 mengenai pekerja alih daya (outsourcing) "Menteri menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan jenis dan bidang pekerjaan alih daya yang diperjanjikan dalam perjanjian tertulis alih daya"
6. Pasal 79 ayat (2) huruf b dalam Pasal 81 angka 25 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 mengenai cuti "Waktu istirahat sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling sedikit meliputi: istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu"
7. Pasal 79 ayat (5) dalam Pasal 81 angka 25 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 mengenai cuti "Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), perusahaan tertentu memberikan istirahat panjang yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama"
8. Pasal 88 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 27 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 mengenai upah "Setiap Pekerja/Buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, termasuk penghasilan yang memenuhi penghidupan yang merupakan jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua"
9. Pasal 88 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 27 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 mengenai upah "Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan pengupahan sebagai salah satu upaya mewujudkan hak pekerja/buruh atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dengan melibatkan dewan pengupahan daerah yang di dalamnya terdapat unsur pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan yang menjadi bahan bagi pemerintah pusat untuk penetapan kebijakan pengupahan"
10. Pasal 88 ayat (3) huruf b dalam Pasal 81 angka 27 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 mengenai upah "Kebijakan pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi struktur dan skala upah yang proporsional"
11. Pasal 88C dalam Pasal 81 angka 28 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 mengenai upah "Gubernur wajib menetapkan upah minimum sektoral pada wilayah provinsi dan dapat untuk kabupaten/kota"
12. Pasal 88D ayat (2) dalam Pasal 81 angka 28 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 mengenai upah "Indeks tertentu merupakan variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi atau kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja/buruh serta prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja/buruh"
13. Pasal 88F dalam pasal 81 angka 28 UU Nomor 6 Tahun 2023 mengenai upah "Dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan Upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat (2)"
(Yang dimaksud dengan dalam keadaan tertentu mencakup antara lain bencana alam non-alam, termasuk kondisi luar biasa perekonomian global dan/atau nasional yang ditetapkan oleh Presiden sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan)
14. Pasal 90A dalam Pasal 81 angka 31 UU Nomor 6 Tahun 2023 mengenai upah "Upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pengusaha dan Pekerja/Buruh atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh di perusahaan"
15. Pasal 92 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 33 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 mengenai upah "Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan Perusahaan dan produktivitas, serta golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi"
16. Pasal 95 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 36 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 mengenai upah "Hak lainnya dari Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahulukan pembayarannya atas semua kreditur termasuk kreditur preferen kecuali para kreditur pemegang hak jaminan kebendaan"
17. Pasal 98 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 39 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 mengenai upah "Untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan serta pengembangan sistem pengupahan dibentuk dewan pengupahan
18. Pasal 151 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 40 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 mengenai upah "Wajib dilakukan melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh"
19. Pasal 151 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 40 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 mengenai upah "Dalam hal perundingan bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mendapatkan kesepakatan maka Pemutusan Hubungan Kerja hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap"
20. Pasal 157A ayat (3) dalam Pasal 81 angka 49 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 mengenai PHK "Sampai berakhirnya proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berkekuatan hukum tetap sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang PPHI"
21. Pasal 156 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 47 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 mengenai pesangon "Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan Upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan Upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan Upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan Upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan Upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan Upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan Upah;
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan Upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan Upah.
Pewarta. Agus Dzajuli
Redaktur. Helena Dwi Cahyani